Jember 20 Juni 2025, Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Mitra Kawula Nusantara (MKN) yang berkantor di Jalan Slamet Riyadi Kecamatan Patrang menyoal keberadaan makin maraknya Alih Fungsi lahan Pertanian menjadi perumahan yang patut di duga alih fungsi tersebut terjadi pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan(LP2B) di kabupaten jember.
Deviana Rizka Ketua Bidang Advokasi dan Kajian Kebijakan Publik LBH MKN menyampaikan “Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 44 ayat (1) berbunyi “Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialih fungsikan” dan selanjutnya pada ayat (2) berbunyi “Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun kemudian dalam Penjelasan UU Nomor 41 tahun 2009 tersebut di jelaskan Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan sebagian besar masyarakat yang meliputi kepentingan untuk pembuatan jalan umum, waduk, bendungan, irigasi, saluran air minum atau air bersih, drainase dan sanitasi, bangunan pengairan, pelabuhan, bandar udara, stasiun dan jalan kereta api, terminal, fasilitas keselamatan umum, cagar alam, serta pembangkit dan jaringan listrik. Artinya jelas alih fungsi lahan LP2B tidak diperbolehkan untuk perumahan” tegas deviana
Menurut Deviana seharusnya Pemerintah Kabupaten Jember bersikap tegas dan jelas“ Pemerintah Kabupaten Jember seharusnya melihat persoalan alih fungsi lahan LP2B sebagai persoalan yang serius, karena alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian seperti perumahan itu sama dengan memiskinkan 20 buruh tani, dimana jika kita merujuk pada Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang RTRW Jember tahun 2015-2035 yang sampai saat ini berlaku khususnya pada pasal 43 ayat (1) dan Ayat (2) maka total LP2B kabupaten Jember adalah 119.635 hektar atau minimal 101.603 hektar yang terdiri dari lahan basah dan lahan kering” ujar deviana
Deviana Rizka juga menyoroti terbitnya 2 (dua) Sk bupati tahun 2022 dan tahun 2024 “ Persoalan kemudian munncul dimana pemerintah menerbitkan SK Bupati Jember 188.45/472/1.12/2022 Luas LP2B adalah 86358,60 dan SK Bupati Jember 188.45/313/11.2/2024 Luas LP2B adalah 86358,78 karena jika kita sandingkan dengan luasan lahan LP2B pada PERDA nomor 1 tahun 2015 maka Jember telah kehilangan lahan LP2B antara 15.244,22 Hektar sampai dengan 33.276,22 Hektar, Pertanyaan kami dimana lokasi dan di alih fungsikan menjadi apakah lahan seluas itu ?? dan terkait hal tersebut kami pernah bersurat kepada dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura serta Dinas Perumahan Rakyat dan kawasan pemukiman sebanyak 2(dua) kali namun sampai saat ini mereka belum merespon”
Dalam tuntuntanya Mitra Kawula Nusantara menyampaikan pertama Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember Menghentikan Segala Jenis Perijinan Alih Fungsi LP2B kepada kegaiatan selain penguatan sektor Pertanian.
Kedua Mendesak Pemerintah dan DPRD Jember untuk segera menyusun dan mengesahkan PERDA Perlindungan lahan Produksi Pertanian Berkelanjutan yang berpedoman pada luasan lahan LP2B sesuai Perda Nomor 1 tahun 2015.
Ketiga Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember bersikap Transparan terhadap Pemanfaatan LP2B di kabupaten Jember.
Keempat Mengajak semua elemen masyarakat Jember untuk ikut mengawasi pemanfaatan LP2B di kabupaten Jember sesuai amanat Undang-Undang 41 Tahun 2009.
Dan yang terakhir Mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk turun tangan menyelidiki potensi Tindak Pidana atas Pelanggaran Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 di Kabupaten Jember
“Ada sangsi pidana bagi mereka yang melanggar ketentuan Undang-Undang 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagai mana di sebutkan pada pasal 72 ayat (1) berbunyi Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bahkan jika yang melanggar adalah korporasi dalam pasal 74 sangsi pidananya juga cukup tegas dimana pasal teresebut berbunyi “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh suatu korporasi, pengurusnya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah).” Tutup deviana.(Tim)